Kamis, 26 Mei 2011

Memurnikan Tauhid, Islam Menyembah Allah, bukan Kakbah!

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Apapun yang mau kita kerjakan, maka usahakanlah untuk selalu mengucap Basmallah dan akhirilah dengan Hamdallah..._^

Marilah kita berandai-andai, bila bumi yang kita cintai ini tidak memiliki bangunan-bangunan di sekelilingnya dan yang ada cuma gurun pasir luas dan tanpa penghalang.
Apabila tiba waktu shalat tiba, maka kita akan menyaksikan hal yang luar biasa yang terjadi di bumi ini, suatu kejadian yang mencengangkan mata kita, mencambuk hati kita, dan membukakan mata kita. Seluruh umat Islam di seluruh dunia melaksanakan shalat dengan menghadap satu titik fokus yaitu Kakbah yang ada di Mekkah, kejadian yang mencengangkan ini adalah kejadian yang hanya dimiliki oleh umat Islam ketika shalat dan tidak dimiliki oleh umat lain. Dari segala penjuru tidak ada yang menghadap ke arah lain, suatu kesatuan yang maha besar dan luas, yang jarang terpikirkan oleh orang lain.
Pada waktu lain, misalnya saja pada waktu hari Minggu, di mana umat Kristen melaksanakan Ibadah Minggu mereka, hal ini dapat anda bayangkan bagaimana keadaan umat manusia saat ibadah Minggu itu, kacau, tak tentu arah, antara gereja yang satu dan gereja yang lain tidak menghadap arah yang sama... Sangat beda sekali dengan shalatnya Islam.

Kenapa di awal pembukaan tulisan ini saya mengajak kalian semua untuk berandai-andai? bukan maksud saya untuk menyinggung pihak-pihak lain di luar Islam dan memuji-muji Islam, sama sekali bukan, namun hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada kita semua betapa luar biasanya persatuan Islam, luar biasanya tata aturan yang ada dalam Islam, coba seandainya Kiblat umat Islam tidak diatur demikian pastilah umat Islam akan semrawut dan menghadap ke arah yang tidak tentu, dan hal itu berdampak pada kesatuan umat itu sendiri.


A. Sejarah Singkat Kiblat Umat Islam
Apakah yang dimaksud dengan Kiblat? Secara literal kiblat dalam bahasa Arab adalah pemusatan perhatian. Awalnya, sebelum ada kiblat, umat Islam awal shalat menghadap ke mana saja. Jadi, di satu tempat yang sama, bisa ada yang menghadap ke timur, barat, atau arah lain sesuka mereka. Kemudian, ditetapkanlah kiblat mengarah ke Masjidil Aqsha di Yerusalem. Menurut hadits shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah Muhammad SAW mengerjakan shalat berkiblat ke Al-Quds selama sekitar 16 atau 17 bulan semasa berada di Madinah. Dalam sejarah Islam, arah kiblat memang pernah diubah. Setelah semula mengarah ke Masjdil Aqsha (Al-Quds), kemudian turun firman ALLAH SWT untuk mengubah arah kiblat seperti diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 144:
Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan palingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram.
Sejak saat itu, hingga kini, kiblat shalat umat Islam berubah ke Ka’bah. Hal ini dipercaya sama dengan kiblat yang telah pernah ditetapkan untuk Nabi Adam a.s. dan Nabi Ibrahim a.s.
Begitu kaum Yahudi di Madinah mengetahui bahwa Kiblat kaum Muslim telah berubah ke arah Masjidil Haram dan tidak lagi ke Masjidil Aqsa, mereka bukan saja berolok-olok dan menertawakan, melainkan juga terperanjat dengan perubahan itu. Ini karena selama ini mereka dapat menerima keberadaan umat Muslim sehubungan dengan kesamaan Kiblat dengan mereka. Kini dengan terpisahkannya Kiblat kaum Muslim dengan kaum Yahudi berarti pula bahwa orang-orang Muslim adalah sebuah umat tersendiri dan terpisahkan dari mereka orang-orang Yahudi. Maka sejak saat itu mereka memperkeras sikap pertentangan terhadap umat Islam dan memperlakukan umat Islam sebagai musuh.
Lebih jauh lagi, perubahan Kiblat ini mempertegas penjelasan bahwa Al-Aqsa maupun Masjidil-Haram bukanlah sebentuk berhala (benda yang disembah), dan tujuan sebenarnya dari menghadap ke arah Kiblat adalah melaksanakan perintah Allah SWT. Bisa saja diperintahkan-Nya kita menghadap ke Masjidil-Haram ataupun Masjidil-Aqsa. Kewajiban kita adalah mematuhi perintah-Nya dengan segenap akal dan sepenuh hati. Manfaat lain dari pengalihan Kiblat adalah untuk memisahkan antara orang-orang munafik dengan Muslim yang sejati. Perhatikanlah Firman Allah SWT didalam Surat Al-Baqarah Ayat 143,
… Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.


Perlu diingat bahwa adakalanya Sunnah dibatalkan oleh Al-Qur’an, dan jika tidak dibatalkan maka keabsahannya setara dengan Al-Qur’an. Misalnya, Semula arah Kiblat tidak disebutkan didalam Al-Qur’an, maka umat Muslim mengikuti Sunnah. Kemudian perubahan Kiblat ditegaskan didalam Al-Qur’an, namun ditekankan pula bahwa shalat yang telah dikerjakan menurut sunnah tidaklah sirna (nilainya).


Perlu diingat bahwa adakalanya Sunnah dibatalkan oleh Al-Qur’an, dan jika tidak dibatalkan maka keabsahannya setara dengan Al-Qur’an. Misalnya, Semula arah Kiblat tidak disebutkan didalam Al-Qur’an, maka umat Muslim mengikuti Sunnah. Kemudian perubahan Kiblat ditegaskan didalam Al-Qur’an, namun ditekankan pula bahwa shalat yang telah dikerjakan menurut sunnah tidaklah sirna (nilainya).


Perlu diingat bahwa adakalanya Sunnah dibatalkan oleh Al-Qur’an, dan jika tidak dibatalkan maka keabsahannya setara dengan Al-Qur’an. Misalnya, Semula arah Kiblat tidak disebutkan didalam Al-Qur’an, maka umat Muslim mengikuti Sunnah. Kemudian perubahan Kiblat ditegaskan didalam Al-Qur’an, namun ditekankan pula bahwa shalat yang telah dikerjakan menurut sunnah tidaklah sirna (nilainya).
Meski begitu, tidak pernah ada sebuah perintah yang menegaskan keharusan presisi secara geografis untuk menghadap kiblat ke Ka’bah di Mekkah. Karena jumhur ulama pun sepakat dalam keadaan tidak tahu arah kiblat atau melakukan shalat di perjalanan dalam arti di atas kendaraan yang bergerak, menghadap ke mana pun tidak masalah. Maka, hemat saya tidak menjadi persoalan besar apabila ada masjid -apalagi masjid kuno- yang meleset 1-2 derajat dalam menentukan arah kiblatnya. Bukankah ada tertulis firman ALLAH SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 115:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, kemanapun kamu menghadap disitulah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.


B. Fungsi Kiblat bagi Umat Islam
Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur'an, “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Al-'Imran 3: 96). Demikianlah seperti dalam ayat itu Allah memerintahkan umat Islam untuk menghadap Ka'bah, dan kita kembali diajak ke akar nenek moyang manusia yaitu Nabi Adam as.

Salah satu pesan pokok dalam Islam yaitu untuk mematahkan sejumlah pembatas seperti ras, bahasa, etnis dll. yang memisahkan umat manusia dari satu dengan yang lainnya dengan cara menekankan untuk kembali ke asal mereka yaitu Adam dan Hawa. Kita tidak perlu menegaskan bahwa faktanya rasisme memang merupakan malapetaka bagi kemanusiaan di sepanjang waktu. Justru melalui ajaran yang diterapkan oleh Islam maka akar dari bahaya ini langsung dipotong. Dan tidak mengherankan jika semua ritual ibadah dalam Islam menekankan pada persamaan dibandingkan pembedaan berdasarkan pada kasta, suku atau status. Salah satu pesan terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah saw. ketika melaksanakan Haji Wada' (perpisahan), “Dengarlah, Tuhan kalian adalah satu dan leluhur kalian pun satu. Kalian semua adalah anak-cucu Adam (AS). Sedangkan Adam (AS) telah diciptakan-Nya dari tanah. Maka, kalian semua pun juga sama-sama berasal dari tanah, maka tak seorang pun dari kalian lebih unggul/utama dari pada yang lain. Sesungguhnya, yang lebih utama diantara kalian dalam pandangan Allah (SWT) adalah yang paling taqwa kepada-Nya. Dengan demikian tak seorang Arab pun yang boleh mengaku bahwa dirinya lebih utama daripada yang bukan orang Arab. Keutamaan seseorang diukur dari ketaatannya dan besarnya rasa takutnya kepada Tuhan.”

Islam mengajarkan kita untuk menyembah satu Tuhan yang sama. Tidak seperti agama-agama lainnya yang cenderung secara berlebihan memuja para pendirinya maka Allah swt. membuat Nabi Muhammad saw. mendeklarasikan bahwa ia hanyalah manusia biasa, seperti tercantum didalam Al-Qur'an: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi 18:110)

Untuk itu pernyataan yang menyebutkan bahwa umat Islam melaksakan haji hanya untuk menyentuh batu hitam (hajar aswad) atau Ka'bah sangatlah jauh dari kebenaran. Mereka melaksanakan haji karena itu adalah termasuk salah satu dari lima rukun Islam.

Dan memang benar bahwa ketika jamaah haji mengitari Ka'bah dan mereka menyentuh hajar aswad maka hal itu hukumnya Sunnah. Untuk itu sangat salah dan keliru jika ada yang menyebutkan umat Islam pergi ke Mekah hanya untuk menyentuh hajar aswad.

Menyentuh hajar aswad merupakan kegiatan simbolis saja; kegiatan ini semata-mata bertujuan untuk mengsimbolkan permulaan ritual tawaf mengelilingi Ka'bah. Dalam konteks ini kita perlu ingat apa yang pernah dikatakan oleh Sayyidina Umar ra. ketika beliau menyentuh hajar aswad. Dalam salah satu riwayat Bukhari-Muslim, diterangkan bahwa Sayyidina Umar, sebelum mencium Hajar Aswad mengatakan, "Demi Allah, aku tahu bahwa kau adalah sebuah batu yang tidak dapat berbuat apa-apa.Kalau aku tidak melihat Rasulullah SAW mencium-mu, tidak akan aku mencium-mu.”

Kita tidak menemukan sesuatu yang penting yang terdapat di hajar aswad selain fakta bahwa hajar aswad ditempatkan oleh Nabi Ibrahim as. atas perintah dari Allah swt. Sehingga kita hanya memperbaharui ingatan kita akan Nabi Ibrahim as, seorang Nabi besar yang keyakinan dan jiwa pengorbanannya diperingati dalam ritual haji.
Jika ada seseorang berkata sebaliknya maka sesungguhnya dia telah membelokkan ajaran Islam. Dan seorang non-Muslim tidak bisa kita jadikan sumber untuk belajar tentang Islam. Sumber untuk mempelajari Islam adalah Al-Qur'an dan Sunnah dan mereka yang memahami benar kedua sumber hukum Islam tersebut (para ulama).

Tidak benar bahwa umat Islam selalu menghadap ke Timur ketika hendak shalat, mengenai arah menghadap ke Ka'bah itu tergantung lokasi di dunia dimana kita berada.
Kesimpulannya, Ka'bah merupakan rumah peribadatan pertama dan paling tua yang pernah dibangun oleh umat manusia dan ditujukan untuk menyembah Tuhan yang Esa. Lebih jauh lagi dengan menghadap ke arah Ka'bah kita ditekankan akan ide sentralitas Tuhan dalam hidup kita.
C. Apakah Kakbah Tuhannya Islam
Eits, kepada semua yang menganggap Islam menyembah BERHALA BESAR KAKBAH, coba baca kembali pembukaan di awal tulisan ini, pasti kalian akan paham,,
Kalimat pengakuan Islam yaitu "Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah" Apabila Islam mengikrarkan hal itu, maka sangat tidak mungkin Islam menuhankan yang lain selain Allah,
Syaikh Sholeh Al Fauzan memberikan jawaban sebagai berikut,
Ini jelas kebohongan yang nyata, kami sama sekali tidak menyembah batu (Hajar Aswad), melainkan kami menyentuhnya dan menciumnya sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan. Ini artinya kami lakukan hal tersebut dalam rangka ibadah dan mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencium Hajar Aswad adalah bagian dari ibadah sebagaimana kita wuquf di ‘Arofah, bermalam di Muzdalifah dan thawaf keliling baitullah (Ka’bah).  Juga kita mencium Hajar Aswad dan menyentuhnya atau memberi isyarat padanya, itu semua adalah bentuk ibadah pada Allah, bukan berarti menyembah batu tersebut. Lebih dari itu, kita bisa beralasan dengan apa yang dilakukan oleh Umar bin Al Khattab radhiyallahu ‘anhuu ketika mencium Hajar Aswad. Ketika itu beliau mengatakan, Memang aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tidak dapat mendatangkan manfaat atau bahaya. Jika bukan karena aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, aku tentu tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari 1597 dan Muslim 1270)
Oleh karena itu, masalah ini adalah berkaitan dengan bagaimana umat Islam mengikuti tuntunan Nabinya dan bukan menyembah batu (Hajar Aswad). Jadi, sebenarnya mereka yang menyebarkan isu demikian telah merencanakan kebohongan atas umat Islam, kita sama sekali tidak menyembah Ka’bah. Bahkan yang kita sembah adalah Rabb pemilik Ka’bah. Begitu pula kita melakukan thawaf keliling Ka’bah dalam rangka ibadah pada Allah ‘azza wa jalla karena Allah-lah yang memerintahkan kita untuk melakukan seperti itu. Kita melakukan demikian hanya menaati Allah ‘azza wa jalla dan mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sumber: http://rumaysho.com/belajar-islam/aqidah/3389-apakah-muslim-menyembah-kabah-dan-hajar-aswad.html
Suatu ibadah akan lebih bermakna bila di dalamnya terdapat aturan-aturan yang harus dilaksanakan, dan hal itu diterapkan oleh Islam. Islam mengajarkan umatnya dalam mengerjakan segala ibadah harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti salah satunya shalat menghadap kiblat. Aturan ini dengan maksud memfokuskan Islam hanya pada satu titik pusat. Seluruh manusia di dunia ini sangat membutuhkan konsentrasi dalam melakukan segala sesuatu apalagi itu menyangkut masalah ibadah. Sebuah titik fokus yang dibutuhkan itu akan menyeimbangkan kondisi manusia, di mana manusia hanya mempunyai satu tujuan yang terarah. Dalam Islam tujuan yang paling utama adalah Allah, dan dalam shalat, umat Islam menfokuskan penghadapan mereka ke kiblat agar mereka dapat lebih terkonsentrasi kepada yang menciptakan kiblat, yaitu Allah. Bila hal tersebut tidak dilakukan, maka konsentrasi manusia akan tidak terarah dan tidak menentu. Pikiran ke sana-kemari. 

Selain itu, Kiblat juga sebagai pemersatu umat Islam, di mana mereka menghadapkan diri ke arah kiblat secara bersamaan, dengan ini persatuan akan lebih jelas dalam umat Islam.

Alhamdulillah semoga tulisan saya bermanfaat...

Wassalamu'alaikum Wr. Wb..

Selasa, 24 Mei 2011

Pengertian Islam

Orang sering salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap sebagai Islam ternyata bukan Islam dan kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap bukan Islam ternyata itu adalah Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu karena banyak orang tidak paham tentang Islam. Ini tidak hanya menimpa orang awam saja tetapi juga para intelektualnya. Maka dirasa sangat perlu untuk dimengerti oleh setiap orang akan pengertian Islam agar orang tidak salah paham dan itu mesti diambil dari sumber aslinya yakni Al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat orang atau yg lainnya. Dan tidak mungkin Alloh tidak menjelaskan secara tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an dalam perkara ini. Dan saya telah menemukan penjelasannya.
Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-islam. Kata al-islam ada di dalam Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung pula pengertiannya, diantaranya dalam surat Ali Imron (3) ayat 19 dan surat Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita pahami dari kedua ayat itu?.
Al-Qur’an surat Ali Imron (3) ayat 19, lafalnya, “ innad-dina ‘indallohil-islam…”, artinya, ” sesungguhnyaad-din (jalan hidup) di sisi Alloh (adalah) al-islam…”. Ayat ini dengan jelas sekali menyatakan bahwa al-islam adalah nama suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi Alloh (‘indalloh). Ad-din (jalan hidup) itu berupa bentuk-bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu) yang ada pada seseorang, maka pastilah setiap orang memiliki suatu ad-din tertentu. Al-Islam sebagai suatu ad-din yang ada di sisi Alloh tentu berupa bentuk-bentuk keyakinan dan perbuatan yang ditetapkan Alloh dan berasal dari Alloh, bukan hasil pemikiran manusia, makanya dinamakan dinulloh (QS 110 ayat 2). Maka itu berarti al-islam merupakan suatu ad-din yang ditetapkan oleh Alloh untuk manusia, yang merupakan petunjuk dari Alloh (huda minalloh) (QS 28 ayat 50) yang diberikan kepada manusia yang dikehendaki-Nya. Oleh karena al-islam dari Alloh dan sementara itu  dikatakan dalam surat Al-Baqoroh (2) ayat 147  bahwa al-haqqu (kebenaran) itu dari Alloh maka pasti al-islam itulah yang dimaksud dengan al-haqqu yang dari Alloh itu. Dan karena al-islam itu dari Alloh dan sementara itu di dalam Al-Qur’an surat Al-A’rof (7) ayat 16 dikatakan bahwa  ash-shirothol-mustaqim (jalan yang harus ditegakkan) itu dari Alloh, maka pastilah juga yang dimaksud dengan ash-shirothol-mustaqim yang berasal dari Alloh itu. Lalu bagaimana al-islambisa sampai kepada manusia? Ya tentu hanya melalui wahyu beserta penjelasannya yang diberikan/diturunkan Alloh kepada para nabi dan utusan-Nya dari Adam as hingga Muhammad saw (sebagai nabi dan utusan Alloh yang terakhir). Al-islam dalam bentuknya yang final (sempurna) tentu diberikan/diturunkan kepada nabi dan utusan Alloh yang terakhir, Muhammad saw, melalui Al-Qur’an beserta penjelasannya (QS 75 ayat 19). Oleh karena  berasal dari Alloh tentu diridhoi Alloh.
Lalu Al-Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat 3, lafalnya,”…al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa rodhitu lakumul-islama dina…”. Kata “ al-yauma ” artinya ” pada hari ini”, yakni hari turunnya ayat ini yaitu pada hari jum’at di padang Arofah setelah waktu Ashr pada waktu Muhammad saw melakukan haji wada’. Lalu kalimat ” akmaltu lakum dinakum “, artinya, ” telah Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “. Kata kalian dalam frasa ” ad-din kalian ” yang dimaksud adalah Muhammad saw dan para sahabatnya karena ayat ini turun kepada mereka dan berkaitan dengan mereka, jadi ” ad-din kalian ” maksudnya dinu Muhammadin saw dan para sahabat yang berupa bentuk-bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu) yang ada pada Muhammad saw (secara individu) dan para sahabat (secara komunitas) yang merupakan penerapan, tafsir, penjelasan dari pada Al-Qur’an atas petunjuk langsung dari Alloh swt yang mana dari-Nya al-islam itu berasal (QS 3 ayat 19). Hal ini karena Muhammad saw hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadanya dari Alloh, yakni Al-Qur’an, (QS 6ayat 106, QS 10 ayat 15, QS 46 ayat 9) dan Alloh memberi petunjuk kepada Muhammad saw bagaimana mengamalkan/menerapkan, menafsirkan, menjelaskan Al-Qur’an tersebut (QS 75 ayat 19), maka terbentuklah suatu bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu) atau jalan hidup atauad-din yang ada pada Muhammad saw sehingga Aisyah ra mensifati Muhammad saw dengan perkataan “kana khuluquhul-qur’an” yang artinya ” Akhlak dia (Muhammad saw) adalah Al-Qur’an”. Dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling baik mengikuti Muhammad saw (QS 3 ayat 31, QS 7 ayat 3 ) karena perkataan mereka “sami’na wa atho’na“, yang artinya ” Kami mendengar dan kami taat” (QS 2 ayat 185, QS 5 ayat 7, QS 24 ayat 51). Karenanya dikatakan ” telah Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “. Lalu kalimat “ wa rodhitu lakumul-islama dina “, yang artinya, ” dan Aku telah ridho al-islamsebagai ad-din bagi kalian”. Dalam kalimat ini Alloh menyebut dinu Muhammadin saw dan para sahabat (jalan hidup Muhammad saw dan para sahabat) itu dengan sebutan al-islam. Dan oleh karena dalam ayat ini digunakan kata “ad-din“, kata dalam bentuk tunggal dan jamaknya adalah “al-adyan“, maka ini berarti dinu Muhammadin saw dan para sahabat itu satu, sama. Dan oleh karena Muhammad saw adalah pihak yang menerima wahyu ( Al-Qur’an ) beserta penjelasannya ( QS 75 ayat 16-19) dan Beliau saw mengamalkan dengan sempurna wahyu yang diterimanya (QS 33 ayat 2) dan para sahabat adalah orang yang paling bersemangat dalam mengikuti Beliau saw ( QS 3 ayat 31) dan mereka adalah rujukan utama dalam memahami al-islam bagi orang-orang yang hidup setelah mereka (QS 9 ayat 100), makaal-islam itu tiada lain pastilah dinu Muhammadin saw atau millatu Muhammad saw atau sunnatu Muhammadin saw atau jalan hidup Muhammad saw (tapi bukan Beliau saw yg membikin) atau yang sering disebut orang dengan as-sunnah. Jadi al-islam itu adalah as-sunnah dan as-sunnahadalah al-islam. Maka suatu keyakinan dan perbuatan yang tidak ada di dalam as-sunnah tidak bisa disebut sebagai al-islam. Dan yang lebih memperjelas akan hal ini adalah sabda Muhammad saw, lafalnya, ” man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fahuwa roddun “, artinya, ” Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada pada kami ( yakni Beliau saw dan para sahabat ) maka ( amalan itu ) tertolak ” (HR Muslim dari “Aisyah ra ). Kenapa tertolak? karena itu berarti bukan al-islam dan Alloh hanya hanya menerima al-islam (QS 3 ayat 85).
Muhammad saw dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling paham al-islam dan karenanya mereka dipuji oleh Alloh dengan sebutan ” khoiru ummah ” (umat yang terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan itu diberikan bukan karena kemajuan teknologi atau apa, tapi lebih disebabkan oleh karena mereka meyakini dan mengamalkan al-islam dengan sebaik-baiknya.
Kita yang hidup di zaman sekarang mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang tercatat di dalam hadits-hadits yang shohih. Sehingga dengan mudah kita dapat mengetahui apakah keyakinan atau perbuatan itu termasuk al-islam atau bukan kalau kita tahu banyak tentang Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih. Kalau ada dasarnya di dalam Al-Qur’an dan as-sunnah yang ditunjukan dengan hadits yang shohih sudah pasti itulah al-islam. Kalau tidak ada dasarnya bagaimana bisa dinamakan al-islam?

Hasil Copy Paste dari Link:
http://filsafat.kompasiana.com/2010/02/03/pengertian-islam/